Kamis, 30 Agustus 2012

KREATIF DARI RUMAH



            Menjadi kreatif dari rumah, kini sudah merupakan keterdesakan. Apalagi bagi para ibu yang merasa berat untuk bekerja full time di luar rumah. Menginginkan memaksimalkan diri untuk mengasuh dan mendidik buah hati, namun tetap berkarya dan berpenghasilan.
            Biaya hidup yang tinggi, tantangan lingkungan bagi keluarganya merupakan sebagian alasan bagi para ibu untuk berkeras memilih kreatif dari rumah. Menjadi diri sendiri, memaksimalkan potensi, dan tentu saja merasa lebih berarti lagi karena bisa menunjukkan bahwa dari rumah pun bisa menghasilkan karya dan mengamalkan ilmu.
Kerap ijazah yang sudah dikejar bertahun-tahun “hanya” menumpuk di lemari arsip. Keinginan besar untuk menggunakannya sebagai “senjata” dalam mengumpulkan pundi-pundi rupiah. Tapi ini adalah mindset yang perlu sedikit dibenahi. Karena masih banyak orang yang mengejar ijazah untuk mencari kerja. Padahal hakikat dari sekolah atau menuntut ilmu akademik adalah memperoleh ilmu itu sendiri, mengembangkannya dan menjadikan dirinya lebih “mampu” dalam menghadapi semua tantangan hidup.
            Sudut Pandang, sebuah acara di Metro TV dengan host Fifi Aleyda Yahya, mengupas KREATIF DARI RUMAH bersama para wanita yang berjuang untuk “bersinar” dari rumah dan menjadi lebih berarti dan menginspirasi.

Berikut ini link nya :
 http://www.metrotvnews.com/read/newsprograms/2012/08/26/13997/746/Kreatif-dari-Rumah
            Salah satu nara sumbernya adalah Indari Mastuti, agensi naskah saya yang membantu membidani beberapa buku saya. Bersama anggota Ibu-Ibu Doyan Nulis (IIDN) yang berjumlah sekitar 16 orang, saya berkesempatan ikut serta dalam acara ini.
            Meskipun sudah ibu-ibu dan memiliki beberapa anak, namun gairah dan semangat remaja masih sangat kentara. Sifat yang mengendap dan keluar ketika momennya tepat ^^. Mungkin saat seperti ini juga yang merupakan ME TIME bagi para ibu. Feel free sejenak, meninggalkan alat perang yang berupa perabot dapur dan alat kebersihan. Namun, saya yakin dalam hati dan pikiran mereka, masih tertinggal di rumah. Masih memikirkan, anak-anak sudah makankah? Anak-anak sudah mandikah? Suamiku sedang apa ya? Dan sederet hal-hal rutin lainnya.
            Taping sudut pandang dimulai. Meskipun sebagai audiens dan berkesempatan bertanya jawab dengan host, saya larut menyaksikannya. Sungguh, hal ini lebih membuka mata saya. Semakin menambah semangat saya untuk bisa lebih berarti dari rumah. Untuk lebih memperhatikan lagi bagaimana saya me-manage diri saya. Dan ternyata, saya tidak sendiri. Bersama pejuang-pejuang wanita atau bisa dikatakan kartini masa kini yang memperjuangkan keharmonisan keluarga namun tetap berkarya dan berpenghasilan meskipun dari rumah.

Baby Kenari

Keciap dan badan belum berbulu ini meruntuhkan hatiku
Hatiku, naluriku sebagai seorang ibu terusik
Meskipun ini adalah bayi burung kenari
Tapi tetap mereka adalah bayi
Makhluk mungil yang memesona
Makhluk mungil yang berhak tinggal di bumi
Makhluk mungil yang memberi pelajaran tentang kehidupan
Tentang kasih sayang
Tentang perjuangan

Rabu, 29 Agustus 2012

3 M, 3 M dan 3 M


Kepanjangan dari 3 M pertama adalah Menulis, Menulis dan Menulis. Ini adalah salah satu cara untuk menjadi seorang penulis. Yaitu berdisiplin untuk menulis, “memaksa” diri untuk menuangkan ide dan melatih jari serta merangkai kalimat indah dalam sebuah “kertas”.
Semakin banyak berlatih, maka hasil yang dihasilkan semakin bagus. Apalagi jika dalam menulis tersebut sudah merasa terhanyut dan serasa berada dalam “alam lain”. Meskipun kadang sering ditemukan salah ketik, tabrak aja deh, teruskan menulisnya.. yang penting apa yang ada dalam diri dan pikiran semua tercurah dengan tuntas. Sehingga tanpa sadar, berlembar-lembar karya telah dihasilkan. Dan tidak sedikit yang terbengong-bengong ketika membaca ulang dan bergumam,”Emang ini yang menulis aku ya?”
Potensi menulis kerap kali terpendam. Untuk mengeluarkannya memang dengan menulis dan menghayati apa yang ditulisnya. Cara setiap orang berbeda-beda. Ada yang suka menulis di keheningan, mendengarkan music mellow yellow, menulis sambil menyiapkan kopi, snack dan sederet proses kreatif lainnya yang bisa menemani proses menulis itu sendiri.
Fine fine aja sih.. Just do it. Pilih cara yang kau suka. Yang terpenting, cara itu bisa memancing dirimu untuk menulis. Dan pada akhirnya, orang akan menemukan caranya tersendiri untuk meramu cara yang tercepat, ternyaman dan ter.. ter.. lainnya. Dimana cara itu akan muncul dengan sendirinya. Karena berhubungan dengan passion.
Saya sendiri tidak setiap hari menulis. Ada kalanya saya merasa “capek” menulis. Karena kebanyakan karya saya adalah non fiksi (bisnis). Dimana menulisnya tidak menggunakan imajinasi melainkan merangkaikan fakta dan merumuskannya sesuai dengan idealism saya.
Apalagi ketika menyelesaikan satu buku bisnis. Dalam sebulan, rata-rata 120 halaman yang harus saya tulis. Disamping kesibukan saya sebagai seorang ibu yang mengatur rumah tangga tanpa pembantu, mengantar jemput anak sekolah dan les, menjalankan rutinitas bekerja paruh waktu, mengawasi belajar anak-anak, malamnya fokus mengejar deadline dan menjalankan online shop saya.
Rasanya kepala penuh ketika selesai menulis satu buku. Sejenak saya tidak menyentuh netbook saya. Hingga beberapa hari, saya “mengistirahatkan” diri dari menulis. Rileks sejenak, menjalankan hobi, sedikit semau gue dan menjalankan hal-hal yang ringan.
Ketika sudah rileks. Mulailah saya mengisi kembali “bahan bakar” menulis saya yang telah terkuras dan tertuang dalam satu buku. Bagaimana kiat saya? Menjalankan 3 M yang lain. Yaitu MEMBACA, MEMBACA dan MEMBACA. Dan satu lagi 3M saya : MELIHAT, MELIHAT dan MELIHAT.
Mengapa harus Membaca, Membaca dan Membaca? Kalau ini sih, rasanya semua orang sudah tahu ya? Tapi ga mengapa kok kalau diulas lagi. Karena dengan membaca akan mendapat sejuta ilmu. Sejuta kata-kata baru, puluhan juta kalimat indah dan inspirasi baru. Rasanya fresh lagi deh kalau sudah membaca. Serasa memiliki amunisi baru dan siap tempur untuk membuat buku baru lagi.
Membaca lebih bagus kalau bervariasi. Dari aneka jenis bacaan dan aneka jenis media. Karena masing-masing memiliki ciri khas sendiri, sensasi tersendiri dan hal unik sendiri. Terkadang insting sudah jalan sendiri. Pernah saya merasa sangat terdorong untuk membaca dan mengoleksi sebuah tabloid. Hingga beberapa eksemplar saya beli dalam rentang waktu 3 bulan. Ternyata, saya akan menulis buku dengan bahan-bahan yang ada dalam tabloid tersebut.
Bagaimana dengan Melihat, Melihat dan Melihat? Melihat apa yang dimaksud? Melihat disini berarti peka terhadap apa yang terjadi di sekeliling kita. Mengamatinya, menarik garis besar, memahaminya dan mengambil hikmah dari segala peristiwa yang menarik. Hal ini akan memperkaya tulisan. Tidak monoton dan lebih bernyawa.
Melihat juga membuat hati lebih peka. Lebih manusiawi dan menjadikan ajang untuk introspeksi diri. Melihat adalah cara belajar yang efektif dan gratis. Selama masih dalam kacamata positif thinking dan diniatkan untuk belajar maka akan memperoleh sejuta hikmah dari proses melihat.
Semoga 3M, 3M dan 3M ini bisa membantu dalam membuat sebuah tulisan atau buku. Memperkaya perbendaharaan kata, menambah ilmu dan lebih inspiratif. Dan tentu saja, sesuai dengan style Anda.

Selasa, 28 Agustus 2012

MEMAHAMI PERBEDAAN




Apa yang kamu lakukan jika kau merasa sangat marah, kesal dan hhhhh…. emosi pada seseorang??? Salah satunya mungkin karena kau merasa semua orang adalah sama. Sehingga apa yang dilakukan orang lain, selalu kau pandang dari kacamata pribadimu. Akibatnya? Gitu deh... Semua orang nampaknya salah dan tidak sesuai dengan apa yang kau harapkan.
Cara mudah untuk keluar dari jebakan ini dan melepas diri untuk lebih rileks menghadapi beraneka macam karakter adalah dengan memahami bahwa setiap orang adalah berbeda.
  • Berbeda cara pikir,
  • Berbeda kebutuhan
  • Berbeda kemampuan
  • Berbeda tujuan
  • Berbeda latar belakang dan bermacam perbedaan lagi.
    Tentunya dibantu ilmu psikologi akan lebih mudah memahami.
Ketika sudah memahami perbedaan tersebut, kita akan tersenyum dan maklum adanya. Malahan akan ada rasa penasaran. “Mengapa dia begitu ya? Ada apa dibalik sikapnya yang “antik” itu? Mengapa dia tidak seperti orang kebanyakan?” Tanda tanya itu justru akan mendekatkanmu pada orang yang sempat membuatmu “sedikit ilfil itu”. Well, bukan tidak mungkin malah kau akan bersahabat dan bersinergi dengan dia lhoo..
Pengendalian diri, memandang positif dan memahami perbedaan. Hal yang penting dalam bergaul. Dan saya sendiri, masih berproses memadukannya. Perlu kerendahan hati dan kebeningan diri untuk menjalankannya.

ORANG TUA, PELAJAR KEHIDUPAN


Tak terasa, nyaris sepuluh tahun aku menjadi seorang ibu. Orang tua perempuan kata lainnya. Membesarkan kedua buah hati dengan segenap kemampuan. Awalnya sih banyak hal yang aku tidak tahu tentang membesarkan dan mendidik anak. Maka semenjak hamil anak pertama, buku-buku panduan tentang kehamilan dan merawat bayi dan balita pun aku koleksi.

Dengan perut yang semakin membesar seiring dengan perkembangan janin di dalamnya, aku mulai membuka lembar demi lembar buku tersebut. Hari-hari menunggu kelahiran jabang bayi pun sarat dengan informasi yang aku peroleh dari buku dan televisi (maklumlah.. masa itu internet masih langka dan mahal).

Ternyata oh ternyata.. ilmu saja tidak cukup. Rasa tidak tega dan sayang yang berlebihan pada jabang bayi (apalagi anak pertama) membuatku tidak optimal menjalankan apa yang ditulis di buku. Foto step by step di buku yang kelihatannya mudah, pas dipraktekkan, waduh susahnya setengah mati. Ngaku deh, baru kali itu aku memegang bayi merah. Takut melukai, takut salah dan sejuta takut yang berkumpul di hati telah membelengguku untuk bereksperimen.


Begitu juga ketika memahami memberi ASI ekslusif. Saat itu aku bersikeras memberi ASI eksklusif. Yakin banget kalau memberi ASI itu adalah terbaik dan gampang dilakukan. Ternyata tidaklah sesederhana itu. Untuk menghasilkan ASI yang melimpah dan mencukupi kebutuhan sang bayi, perlu “perjuangan”. Makan yang bergizi, minum banyak air adalah salah satu cara. Karena dulu aku “ngotot” bahwa dengan meminum susu untuk ibu menyusui sudah cukup, alhasil, ASI yang keluar tidak melimpah.

Baru akhir-akhir ini aku tersadar. Bahwa belajar itu tidak hanya dari buku. Tapi harus dipadukan dengan belajar di sekolah kehidupan. Belajar dari pengalaman orang, belajar dari praktek dan belajar dari siapa pun.

Kini aku memiliki dua buah hati. Semuanya laki-laki. Wah, ini tanggung jawab besar. Mereka adalah calon pemimpin masa depan. Aku harus memaksimalkan potensi dan mengarahkan mereka pada fitrahnya.

Zaman anak-anakku telah berbeda dengan zamanku. Tantangan akademik, tantangan lingkungan dan tantangan tehnologi yang sangat berbeda. Sebagai orang tua, aku harus terus belajar. Belajar dari buku, dari suami, dari teman, dari internet, dari lingkungan bahkan dari anak-anakku aku juga bisa belajar.

Kemampuan memprediksi fenomena apa saja yang mungkin terjadi akan menentukan langkah apa yang terbaik bagi anak. Misalnya mengintip pelajaran matematika satu dan dua tingkat di atasnya. Berbincang dengan para ibu yang anaknya sudah lebih besar dari anakku. Cukup memberi wacana akan langkah apa yang harus aku tempuh. Misalnya karena pelajaran matematika sekarang 4 tingkat lebih sulit dari zamanku, dan sangat padatnya muatan yang diberikan pada siswa, maka aku menyiapkan fondasi matematika yang kuat bagi anak-anakku. Sepertinya kejam ya, kok anak TK sudah disuruh les matematika. Tapi ternyata tidak. Dan terbukti, bahwa apa yang aku lakukan telah membuat mereka tersenyum kini.

So… belajar bukan milik anak sekolah. Tapi belajar adalah milik semua orang. Terutama orang tua, sebagai penyelenggara sekolah pertama bagi anak-anak. Zaman terus berjalan bahkan berlari, orang berlomba-lomba meng-up grade diri. Akankah kita hanya berpangku tangan dan bangga dengan selembar ijazah yang pernah kita peroleh????